
Pontianak – Prestasi yang layak diapresiasi kembali ditorehkan oleh mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK). Inas Syafiq Rajwa, Duta Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK), berhasil meraih Juara 1 Cabang Lomba Hafalan Hadis Nabi 100 dengan Sanad pada ajang Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) ke-33 Tingkat Provinsi Kalimantan Barat.
Sejak kecil, Inas yang menghabiskan sebagian besa masa kecil dan remajanya di Jongkong, tumbuh dalam keluarga sederhana. Bahkan, sejak masih duduk di bangku Madrasah Ibtidaiyah, ia sudah menjadi seorang yatim karena ditinggalkan ayahnya sebagai tulang punggung keluarga. Kondisi tersebut membuat jalannya penuh keterbatasan, hingga sempat hampir tidak bisa melanjutkan kuliah karena faktor ekonomi. Namun, berkat semangat belajar dan dukungan keluarga, motivasi dari guru-guru terutama kepala MAN 2 Kapuas Hulu, yang juga sekaligus Ketua MUI, KH. Sutardi, S.Ag, Inas akhirnya bisa menapaki bangku perguruan tinggi dan menjadi bagian dari FTIK. Kecintaannya pada bidang agama sangat dipengaruhi oleh kepala MAN tersebut.
Perjalanan pendidikannya dimulai di MIN Putussibau, lalu berlanjut ke SMP Negeri 1 Jongkong, kemudian ke MAN 2 Jongkong Kapuas Hulu. Selepas itu, ia melanjutkan pendidikan Program Studi PAI di FTIK. Pada saat yang bersamaan ia memperdalam lagi pemahaman agama dengan belajar selama setahun di Sekolah Quran Keluarga Kita, Pontianak. Dari jalur pendidikan formal hingga pendalaman Al-Qur’an tersebut, Inas membangun bekal keilmuan yang mengantarkannya pada prestasi besar ini.
Inas menuturkan, “Saya sadar, saya hanya berasal dari keluarga sederhana. Tapi saya punya mimpi, bahwa kita yang dari keluarga sederhana juga punya kesempatan yang sama untuk meraih cita-cita.” Tahun sebelumnya, ia sempat meraih Juara Harapan III di cabang yang sama. Namun, kegigihan dan ketekunan membuatnya terus berproses. “Jauh sebelum pergelaran MTQ dilaksanakan, saya udah mulai nyicil latihan. Hari demi hari, tidak ada satu hari pun terlewati tanpa latihan. Terus berlanjut hingga mendekati hari Training Center,” kenangnya.
Rasa minder sempat menghantui ketika ia membandingkan diri dengan para peserta dari pesantren. “Mak, kak, lawan kita anak-anak pondok, sedangkan Inas ndak pandai bahasa Arab,” ujarnya pada keluarga. Namun sang ibu dan kakak menegaskan, “Bang, jangan ragu, jangan hiraukan penilaian orang, ketika kita udah lomba berarti kita punya kesempatan yang sama.”
Motivasi Inas semakin bertambah setelah mendapat kabar dari Bupati Kapuas Hulu bahwa peraih medali emas akan difasilitasi umrah oleh Pemda. “Mendengar hal itu, semangatku untuk bertanding semakin membara. Aku berpikir, kalau pakai uang sendiri, kapan bisa ke baitullah?” tuturnya.
Atas capaian ini, Dekan FTIK Hermansyah bersama seluruh jajarannya memberikan apresiasi yang sangat tinggi. Menurutnya, perjuangan Inas bukan hanya membawa nama baik fakultas, tetapi juga menjadi teladan nyata bahwa keterbatasan bukanlah penghalang untuk berprestasi. “Kami merasa bahagia sekaligus terinspirasi dengan dedikasi yang ditunjukkan Inas. Semoga prestasi ini menjadi motivasi bagi mahasiswa lain untuk terus berjuang dan tidak cepat puas,” ujar Hermansyah.
Pada akhirnya, kerja keras, doa, dan dukungan keluarga membuahkan hasil. “Alhamdulillaah semua atas izin Allah, sebuah hal yang kuanggap kemustahilan ternyata bisa dikalahkan dengan usaha, doa, dan ridha orang tua. Dengan izin-Nya, juara 1 kudapati, tentunya ini merupakan langkah awal menuju perubahan besar dalam kehidupan”, ujar Inas.
Inas menegaskan bahwa kemenangannya bukanlah akhir, melainkan awal perjalanan panjang dalam menuntut ilmu. “Semoga dengan raihan ini dapat membawa saya ke peluang-peluang kehidupan yang lebih baik ke depannya. Terima kasih, semoga Allah mudahkan,” pungkasnya.