
Pontianak, 23–24 September 2025 – Selama dua hari berturut-turut, Bidang Pendidikan Agama dan Pendidikan Agama mengadakan kegiatan peningkatan kompetensi guru-guru PAI Kalimantan Barat di Aula Kantor Wilayah Kementerian Agama Kalimantan Barat yang mempertemukan para guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dengan kalangan akademisi. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) IAIN Pontianak, Prof. Hermansyah, hadir memberikan semangat sekaligus pencerahan kepada guru-guru PAI Kalimantan Barat yang mengikuti kegiatan tersebut.
Dalam paparannya, Hermansyah membuka presentasi dengan menyampaikan tantangan besar yang dihadapi pendidikan agama di sekolah. Menurutnya, pendidikan agama tidak bisa dipahami sebatas transfer pengetahuan, melainkan harus menjadi energi moral dan spiritual yang mampu menjawab persoalan bangsa dan peradaban. Beliau menegaskan bahwa masalah eksternal bangsa seperti korupsi, penyalahgunaan narkoba, hingga degradasi lingkungan adalah kenyataan yang mestinya menjadi perhatian serius dalam pendidikan agama. “Pendidikan agama di sekolah tidak boleh diam terhadap problem bangsa. Generasi yang kita didik harus memiliki kesadaran moral untuk melawan korupsi, menjauhi narkoba, sekaligus peduli terhadap lingkungan hidup,” tegasnya.
Selain tantangan eksternal, Dekan FTIk juga juga menyoroti tantangan internal dalam pembelajaran agama di sekolah. Menurutnya, masih ada kecenderungan keterpisahan antara teks dan konteks, sehingga siswa sering memahami agama sebatas hafalan ayat atau materi ajar, namun kurang mampu mengaitkannya dengan realitas hidup sehari-hari. “Kebermaknaan pembelajaran adalah kunci. Pendidikan agama harus membentuk kesadaran hidup, bukan sekadar pengetahuan yang terlepas dari konteks sosial. Inilah tantangan internal yang harus kita jawab bersama,” ujarnya.
Hari pertama kegiatan, 23 September 2025, diisi dengan refleksi mendalam mengenai peran guru agama sebagai agen perubahan di sekolah. Hermansyah menekankan bahwa guru agama tidak hanya bertugas menyampaikan materi, tetapi juga membentuk karakter peserta didik. Ia menyampaikan, guru PAI seharusnya menjadi figur teladan dalam sikap, tutur kata, maupun gaya hidup sehari-hari. “Guru agama adalah cermin bagi murid-muridnya. Apa yang Bapak-Ibu lakukan sering kali lebih kuat pengaruhnya dibanding apa yang Bapak-Ibu katakan,” ungkapnya disambut anggukan para peserta.
Pada sesi berikutnya, beliau mengajak guru-guru untuk berani melakukan inovasi dalam metode pembelajaran. Tantangan zaman digital menuntut guru agar tidak hanya terpaku pada pola ceramah, tetapi juga mampu memanfaatkan teknologi, diskusi kritis, serta metode kreatif lainnya agar pendidikan agama terasa relevan. “Jangan biarkan anak-anak kita belajar agama secara kering. Gunakan media digital, film, kisah inspiratif, atau bahkan proyek sosial sebagai bagian dari pembelajaran. Dengan begitu, agama hadir sebagai energi kehidupan, bukan hanya mata pelajaran,” pesannya.
Hari kedua, 24 September 2025, Prof. Hermansyah kembali hadir untuk memperdalam materi sekaligus menyemangati para guru PAI. Pada kesempatan ini, ia menekankan pentingnya kolaborasi dalam memperkuat pendidikan agama di sekolah. Ia menyebutkan bahwa di sekolah guru tidak boleh bekerja sendirian, melainkan harus dengan guru-guru lain. “Mendidik generasi bukan tugas guru seorang diri. Pendidikan agama harus menjadi gerakan bersama,” katanya.
Beliau juga menyinggung urgensi pendidikan agama dalam membentuk kesadaran ekologis. Krisis lingkungan yang semakin nyata, seperti banjir, kebakaran hutan, hingga pencemaran, menurutnya merupakan isu moral yang mesti masuk ke ruang kelas agama. “Islam mengajarkan manusia sebagai khalifah di muka bumi. Karena itu, peduli lingkungan adalah bagian dari iman. Guru PAI harus bisa menanamkan kesadaran ekologis sejak dini kepada peserta didik,” tegasnya. Ia mencontohkan, Pembelajaran berbasis projek dilakukan secara kolaboratif antara guru Agama dan guru IPA dengan tema Mencintai Lingkungan dalam Islam. Guru Agama menanamkan pemahaman bahwa menjaga alam adalah ibadah, sedangkan guru IPA membimbing cara ilmiah merawat tanaman. Taman sekolah dibagi menjadi blok, setiap blok dikelola satu kelas sebagai tim. Peserta didik menyusun rencana, menanam, menyiram, memberi pupuk, serta menjaga kebersihan. Pada akhir semester, tiap blok mendapatkan apresiasi sesuai kreativitas dan tanggung jawabnya. Kolaborasi ini menguatkan nilai iman sekaligus pengetahuan sains, membentuk karakter peduli lingkungan, kerja sama, dan cinta alam secara berkelanjutan.
Dalam konteks itu, Prof. Hermansyah menggarisbawahi pentingnya sinergi dengan arah kebijakan Kementerian Agama Republik Indonesia di bawah kepemimpinan Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA. Beliau mencontohkan salah satu fokus Kementerian Agama saat ini adalah mengedepankan kurikulum berbasis cinta dan ekoteologi, yaitu pendekatan pendidikan agama yang menekankan kesadaran spiritual sekaligus kepedulian ekologis. “Kurikulum berbasis cinta ekoteologi menuntun kita untuk tidak hanya mengajarkan ibadah ritual, tetapi juga menanamkan cinta terhadap alam. Guru PAI harus menjadi garda terdepan dalam menghadirkan wajah Islam yang peduli pada bumi, air, udara, dan seluruh ciptaan Allah,” jelasnya.
Di penghujung kegiatan, Prof. Hermansyah mengajak seluruh guru PAI untuk menjaga semangat mengajar dengan hati. Ia menekankan bahwa profesi guru adalah jalan pengabdian, bukan sekadar pekerjaan. “Jangan pernah lelah menjadi guru agama. Apa yang Bapak-Ibu lakukan mungkin tidak langsung terlihat hasilnya, tetapi yakinlah setiap kebaikan yang ditanamkan akan tumbuh pada waktunya. Generasi bangsa ini sedang menunggu inspirasi dari guru-guru seperti Bapak Ibu. Sekolah yang baik karena ada guru-guru yang baik atau kompeten. Dan pendidikan yang baik karena ada sekolah-sekolkah dan lemabaga pendidikan yang baik, begitu sebaliknya.” tutupnya dengan penuh optimisme.
Kegiatan dua hari berturut-turut ini bukan hanya menjadi forum ilmiah, tetapi juga ruang penyemangat dan penyadaran bagi para guru PAI di Kalimantan Barat. Kehadiran Dekan FTIK IAIN Pontianak, Prof. Hermansyah, dengan dukungan arah kebijakan Kementerian Agama yang dipimpin Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA, telah meneguhkan kembali peran strategis guru agama dalam membentuk generasi yang religius, berkarakter, cinta lingkungan, dan berdaya saing. Dengan bekal semangat baru, para guru PAI diharapkan dapat membawa perubahan nyata dalam praktik pembelajaran agama di sekolah masing-masing, demi menghadirkan pendidikan agama yang relevan, kontekstual, dan inspiratif bagi anak bangsa.