Mengevaluasi Semangat Berkurban Pemuda Indonesia

ASAL usul ibadah kurban dalam Islam berawal dari peristiwa kurban Nabi Ibrahim a.s. bersama putranya, Nabi Ismail a.s. Dikisahkan dalam Al-Qur’an tentang pengurbanan Nabi Ibrahim as. dan putranya Nabi Ismail a.s., sebagai berikut:

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu! Ia menjawab: Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggilah dia: Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-oranhg yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS Ash Shaffat: 102-107)

Meski ibadah kurban dalam Islam berawal dari peristiwa kurban Nabi Ibrahim a.s., bersama putranya, Nabi Ismail a.s., namun umur pelaksanaan ibadah kurban sendiri boleh dikatakan sama tuanya dengan sejarah umat manusia. Ibadah kurban sudah dikerjakan oleh putera-putera Nabi Adam a.s., Habil dan Qabil.

Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil)…” (QS Al Maidah: 7).

Seperti kita tahu bahwa peringatan hari raya kurban tahun ini (31 Juli 2020), belasan hari setelahnya disusul dengan peringatan hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia (17 Agustus 2020). Jika melalui perintah kurban, Islam menanamkan atau mengajarkan umatnya agar berjiwa “rela berkurban”, adakah relevansinya semangat kurban dengan semangat yang harusnya dimiliki para pemuda-pemuda kita untuk negara-bangsanya di masa mengisi kemerdekaan ini?

Saya kira ada, karena tentu dari keduanya kita bisa memetik kesamaan semangatnya, yaitu “kerelaan untuk berkurban”. Mungkin dapat disederhanakan dari peringatan keduanya, kita dapat menarik benang merah perlunya semangat berkurban ditumbuhkan pada jiwa pemuda, supaya pemuda-pemuda kita dapat berbuat banyak pada negara-bangsanya. Tetapi saya sendiri juga berpendapat bahwa pemuda-pemuda kita saat ini sepertinya sudah kehilangan semangat dan kerelaan dalam berkuban, bahkan untuk negara-bangsanya; tempat di mana ia hidup dan mendapatkan penghidupan.

Untuk bangsa ini pun, dapat kita katakan pemuda sudah mulai melupakan semangat hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia; yang tak lama setelah perayaan hari raya kurban akan kita peringati. Tengok saja bagaimana peringatan hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia diperingati di tiap tahunnya, tidakkah kebanyakan hanya seremonial belaka? Bukan tidak mungkin, di tahun ini pun demikian, masih sama: tidak memberi inspirasi bagi pemuda itu sendiri untuk berbuat banyak pada bangsa ini.

Tak banyak pemuda yang dapat berbuat banyak pada bangsa ini, bahkan tak sedikit pemuda-pemuda yang diberikan keberuntungan menempati tempat-tempat penting sebagai wakil rakyat yang bertingkah laku seperti penjilat, bahkan tak sering kita tengok di televisi meraih prestasi sebagai terpidana korupsi. Ada pula yang kerjanya nge-prank dan membuat konten-konten Youtube yang unfaedah semata untuk menaikkan rating akun Youtube-nya.

Ada apa ini? Tidakkah seharusnya pemuda kita sekarang dapat meneladani para pemuda kita di masa lalu dalam memaknai pentingnya berbuat banyak untuk negara-bangsa ini? Sekalipun mereka datang dan berasal dari berbagai daerah tapi bisa menyatukan visi dan misi pentingnya kemajemukan bukan menampilkan ego masing-masing. Mereka rela “mengurbankan” ego mereka masing-masing untuk bersatu dan berbuat lebih banyak pada bangsa ini. Mereka punya kesadaran yang sama dan cita-cita yang sama untuk berbuat banyak pada negeri ini: mencapai kemerdekaan. Betul, dan kemerdekaan yang oleh mereka perjuangkan di masa lampau dengan darah dan air mata itu, yang kini di tiap tahunnya kita peringati dengan kering makna.

Padahal inti dari hari ulang tahun kemerdekaan yang kita nanti peringati pada tanggal 17 Agustus 2020 juga adalah kesadaran bersama untuk menumbuhkembangkan kembali semangat persatuan dan kesatuan bangsa secara kolektif; dan semangat berkurban serta berbuat banyak pada bangsa ini. Mengisi kemerdekaan yang telah diperjuangkan dengan darah dan air mata oleh pemuda-pemuda sebelum Indonesia merdeka dengan mengambil tempat-tempat strategis untuk berkontribusi dalam pembangunan.

Bayangkan jika semangat hari raya kurban dan semangat hari ulang tahun kemerdekaan ini membekas dalam diri pemuda-pemuda kita, hal apa yang tak mungkin dilakukan oleh para pemuda. Jangankan mencabut semeru dari akarnya, mengguncangkan duniapun pemuda kita bisa, seperti yang pernah diisyaratkan mendiang Presiden Sukarno. Namun tak banyak yang bisa diandalkan, sekali lagi, jika momen peringatan-peringatan ini sifatnya hanya seremonial saja, tak meninggalkan bekas apa-apa.

Oleh karenanya baik semangat kurban dan semangat kemerdekaan jangan sampai pudar dan cuma sekedar seremonial belaka. Mari kita simak pesan mendiang Presiden Sukarno yang dimuat dalam Suluh Indonesia Muda, 1928 sebagai berikut: “Oleh karena itu, mari kita pertama-tama haruslah mengabdi pada ruh dan semangat itu. Ruh muda dan semangat muda yang harus meresapi dan mewahyui segenap kita punya perbuatan. Jikalah ruh ini sudah bangkit maka tiadalah kekuatan duniawi yang dapat menghalang-halangi bangkit dan geraknya, tiadalah kekuatan duniawi yang dapat memadamkan nyalanya.”

Akhirnya, saya hendak mengucapkan selamat hari raya kurban dan selamat pula menyambut hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia yang nantinya akan kita rayakan tak lama setelah hari raya kurban ini. Semoga terwariskan kepada kita, pemuda-pemuda bangsa, “semangat kurban” selayaknya Nabi Ibrahim a.s. dan putranya Nabi Ismail a.s, dan/ atau “semangat kurban” selayaknya semangat pemuda-pemuda yang dengan tulus hati berjuang untuk kemerdekaan negara-bangsa ini, demi kemerdekaan yang selalu kita rayakan di tiap tahunnya; meski dengan kering makna.***

Penulis: Syamsul Kurniawan, M.S.I (Dosen FTIK IAIN Pontianak)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *