Hadirkan Pembicara dari Australia, IGI Gandeng FTIK IAIN Pontianak Gelar Workshop Guru Merdeka

Pontianak (ftik.iainptk.ac.id) — Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) IAIN Pontianak bekerja sama dengan Ikatan Guru Indonesia (IGI) Wilayah Kalimantan Barat mengadakan Workshop Guru Merdeka. Kegiatan yang dilaksanakan pada hari Jumat-Sabtu (21-22 Februari 2020) ini menghadirkan pemateri dari Australia, Teacher of Indonesian Corpus Christi College, Susan Cooper dan Director Indonesia Institute, Vicky Richardson.

Rektor IAIN Pontianak didampingi Dekan FTIK tandatangani MoU dengan Ikatan Guru Indonesia (IGI) Kalbar

Acara ini resmi dibuka oleh Rektor IAIN Pontianak, Dr. H. Syarif, S. Ag., MA di Aula Syekh Abdurrani Mahmud sekaligus penandatanganan MoU antara IGI dan IAIN Pontianak. Sebelum meresmikan acara, Rektor IAIN Pontianak mengucapkan terima kasih kepada IGI wilayah Kalimantan Barat atas kerja sama dengan FTIK IAIN Pontianak.

“Saya mengucapkan terima kasih atas kegiatan ini,  kegiatan ini menjadi penting untuk menambah wawasan kita”, ungkapnya.

Dalam acara ini Susan Carole Cooper atau disapa Bu Su memberikan materi tentang Visible Learning dan Task/Project-Based Learning. Dalam pembahasan ini Bayu Fitra Prisuna S.Pd., M.Pd., menanyakan tentang pengaruh guru Humoris dengan penyampaian materi di kelas.

“Pemateri menyampaikan bahwa guru yang humoris dalam mengajar di kelas berada pada bagian yang tidak disarankan guna dalam peningkatan prestasi belajar siswa. Apakah ada hasil riset yang berkaitan?” tanyanya.

Dosen dari Pendidikan Anak Usia Dini (PIAUD) FTIK IAIN Pontianak ini bercerita bahwa dirinya pernah bertemu dengan sosok guru yang humoris dan berhasil membuatnya menyukai pelajaran Fisika. Awalnya Bayu mengaku bahwa dirinya tidak menyukai mata pelajaran tersebut. Menurut Ibu Su yang dimaksud dengan guru humoris dalam pernyataannya adalah guru yang membuat materi tidak tersampaikan, lebih fokus pada bermainnya saja tetapi tidak memiliki tujuan. Humoris tentu diperlukan tetapi penyampaiannya direncanakan agar materi dapat dimengerti oleh mahasiswa.

“Saya setuju dengan Anda. Semua pasti suka dengan guru yang humoris. Tapi ada juga guru yang mampu membuat siswa paham tanpa dengan humor. Jadi perlu digarisbawahi, humor bukan penentu peningkatan prestasi siswa. Jadi menjadi guru bukan hanya bisa humor tapi yang lebih penting adalah dapat mengajarkan materi dengan baik di kelas. Kesimpulannya humor bisa menjadi style dalam mengajar tapi tidak melupakan substansi materi yang disampaikan”, jelasnya.

Asesmen dan Teori Taksonomi dihadirkan di Hari Ke Dua

Director Indonesia Institute, Vicky Richardson memberikan materi pada hari ke dua, (Sabtu/22/02/20) yakni membahas tentang Assessment dan Bloom Taxonomy. Wanita Australia menginjakkan kaki di Bali pada 1982 menyampaikan bahwa gambar dapat membantu dalam pembelajaran di kelas.

“What do you see? Describe what is happening?”, praktiknya dengan menunjukkan gambar gunung meletus.

Dalam praktik yang pernah dilakukannya, gambar dapat memancing jawaban siswa pada pernyataan yang benar. Terkait gambar yang diberikannya pun dapat disesuaikan dengan materi pada mata pelajaran, di antaranya materi terkait olahraga, maka gambarnya adalah orang yang sedang berolahraga.

Pembahasan ke dua ini, memantik pertanyaan dari Willy, S.Pd, Gr, Guru yang bertugas di Daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal, SDN 17 Upas, Lubuk Durian, Ketapang,

“Saya dari Ketapang Bu, di daerah terdepan, terluar dan tertinggal yang ada listrik saja sudah senang apalagi jika dapat sinyal sangat bersyukur. Di tempat kami, murid-murid  tidak langsung menjawab pertanyaan dengan benar. Kami perlu memberikan penjelasan-penjelasan”, paparnya.

“Anak-anak mengapa Gunung Api Meletus? Mereka menjawab karena ada Mak Lampir, karena ada makhluk halus”, lanjutnya.

Mendapatkan pertanyaan tersebut Vicky langsung berdiri mengambil selembar kertas dan mendekatnya ke dinding, lalu seakan menempelkanya.

“Begini saja sudah cukup jika tidak ada listrik, tidak ada alat” yakinnya.

Vicky menganggap bahwa jawaban-jawaban lucu dari anak-anak tetap dihimpun, sebab itu adalah jawaban anak tersebut, wilayah pemikirannya. Himpunan jawaban dapat menjadi bahan untuk pembelajaran dan mengarahkan pada materi.

“Jangan menyalahi anak-anak yang menjawab lucu-lucuan, atau anak yang sedikit nakal tadi, sebab itu adalah wilayah pemikiran mereka”,  ungkapnya dengan tersenyum.

Selain pemateri dari Australia, materi juga disajikan oleh Dr. Nurmala Elmin Simbolon, M.Pd yakni tentang Reflective Teaching yang diisi dengan diskusi antar guru-guru dan pemateri terkait masalah pembelajaran di kelas, selanjutnya dari FTIK IAIN Pontianak Dr. Ali Hasmy, M.Si menyajikan tentang Pengembangan Instrumen Penilaian, dan dari Gerakan Nasional Pemberantasan Buta Matematika, Lies Indrawati, M.Si., dan Analia Nesa, M.Pd.

Kegiatan ini dihadiri oleh Guru-guru dari Kalimantan Barat di antaranya adalah SDN 22 Penjemang, Sintang, SD Pelita Cemerlang Pontianak, Mts Al-Jihad Pontianak, SMPN 2 Hulu Sungai Ketapang, SDN 03 Pontianak Selatan, SDN 08 Pontianak Selatan, SMAN 1 Bonti Sanggau, SDN 44 Pontianak Barat, SDN 18 Pelangor Bengkayang, SDN 38 Kubu Raya, SMTI Pontianak, SDN 07 Nanga Tayap Ketapang SDN 03 Nanga Tayap, Ketapang, SDN 10 Simpang Dua, Ketapang dan dari Perguruan Tinggi yakni Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak, Sekolah Tinggi Agama Katolik Negeri (STAKtN) Pontianak, dan IAIN Pontianak.

Penulis: Farninda Aditya

Editor: Ajeng Vashqie Varaulizza

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *